Aliran- aliran Filsafat
Sejarah perjalanan
perkembangan keyakinan dan pemikiran umat manusia tentang pendidikan telah
melahirkan sejumlah ajaran filsafat yang melandasinya.Ajaran filsafat adalah
hasil pemikiran sesorang atau beberapa ahli filsafat tentang sesuatu secara
fundamental.Dalam memecahkan suatu masalah terdapat pebedaan di dalam
penggunaan cara pendekatan, hal ini melahirkan kesimpulan-kesimpulan yang
berbeda pula, walaupun masalah yang dihadapi sama. Perbedaan ini dapat
disebabkan pula oleh faktor-faktor lain seperti latar belakangpribadi para ahli
tersebut, pengaruh zaman, kondisi dan alam pikiran manusia di suatu tempat.
Ajaran filsafat yang
berbada-beda tersebut, oleh para peneliti disusun dalam suatu sistematika dengan
kategori tertentu, sehingga menghasilkan klasifikasi. Dari sinilah kemudian
lahir apa yang disebut aliran filsafat.Banyak pemikiran-pemikiran dari
para ahli filsafat masa lampau yang menghasilkan banyak aliran dalam
filsafat. Semua aliran yang didasari atas pemikiran yang mendalam tersebut
adalah sebagai berikut:
A.
Naturalisme.
Aliran filsafat naturalisme lahir
sebagai reaksi terhadap aliran filasafat pendidikan Aristotalian-Thomistik,
dengan tokohnya antara lain. J.J. Rousseau (1712-1778) dan Schopenhauer
(1788-1860 M).Naturalisme lahir pada abad ke 17 dan mengalami
perkembangan pada abad ke 18.Naturalisme berkembang dengan cepat di bidang
sains.Ia berpandangan bahwa “Learned heavily on the knowledge reported by man’s
sense”
Secara definitif naturalisme
berasal dari kata “nature.”Kadang pendefinisikan “nature” hanya dalam makna
dunia material saja, sesuatu selain fisik secara otomatis menjadi
“supranatural.”Tetapi dalam realita, alam terdiri dari alam material dan alam
spiritual, masing-masing dengan hukumnya sendiri.Era Pencerahan, misalnya,
memahami alam bukan sebagai keberadaan benda-benda fisik tetapi sebagai asal
dan fondasi kebenaran.Ia tidak memperlawankan material dengan spiritual,
istilah itu mencakup bukan hanya alam fisik tetapi juga alam intelektual dan
moral.
Salah satu ciri yang paling
menakjubkan dari alam semesta adalah keteraturan.Benak manusia sejak dulu
menangkap keteraturan ini.Terbit dan tenggelamnya Matahari, peredaran
planet-planet dan susunan bintang-bintang yang bergeser teratur dari malam ke
malam sejak pertama kali manusia menyadari keberadaannya di dalam alam semesta,
hanya merupakan contoh-contoh sederhana.Ilmu pengetahuan itu sendiri hanya
menjadi mungkin karena keteraturan tersebut yang kemudian dibahasakan lewat
hukum-hukum matematika.Tugas ilmu pengetahuan umumnya dapat dikatakan sebagai
menelaah, mengkaji, menghubungkan semua keteraturan yang teramati.Ilmu
pengetahuan bertujuan menjawab pertanyaan bagaimana dan mengapa.Namun khusus
untuk kosmologi, pertanyaan ‘mengapa’ ini di titik tertentu mengalami kesulitan
yang luar biasa.
Naturalisme merupakan teori yang
menerima “nature” (alam) sebagai keseluruhan realitas. Istilah “nature” telah
dipakai dalam filsafat dengan bermacam-macam arti, mulai dari dunia fisik yang
dapat dilihat oleh manusia, sampai kepada sistem total dari fenomena ruang dan
waktu. Natura adalah dunia yang diungkapkan kepada kita oleh sains alam.Istilah
naturalisme adalah sebaliknya dari istilah supernaturalisme yang mengandung
pandangan dualistik terhadap alam dengan adanya kekuatan yang ada (wujud) di
atas atau di luar alam.
Aliran filsafat naturalisme
didukung oleh tiga aliran besar yaitu realisme, empirisme dan rasionalisme.Pada
dasarnya, semua penganut naturalisme merupakan penganut realisme, tetapi tidak
semua penganut realisme merupakan penganut naturalisme.Imam Barnadib
menyebutkan bahwa realisme merupakan anak dari naturalisme.Oleh sebab itu,
banyak ide-ide pemikiran realisme sejalan dengan naturalisme.Salah satunya
adalah nilai estetis dan etis dapat diperoleh dari alam, karena di alam
tersedia kedua hal tersebut.
TOKOH DAN PANDANGAN ALIRAN FILSAFAT NATURALISME
1. Plato.
(427 – 347 SM)
Salah satu
anasir dasar adalah perbedaan yang nyata antara gejala (fenomena) dan bentuk
ideal (eidos), dimana plato berpandangan bahwa, disamping dunia fenomen yang
kelihatan, terdapat suatu dunia lain, yang tidak kelihatan yakni dunia
eidos. Dunia yang tidak kelihatan itu tercapai melalui
pengertian (theoria).Apa arti eidos dan hubungannya dengan dunia fenomena bahwa
memang terdapat bentuk-bentuk yang ideal untuk segala yang terdapat dibumi ini.
Tetapi asalnya tidak lain daripada dari sumber segala yang ada, yakni yang
tidak berubah dan kekal, yang sungguh-sungguh indah dan baik yakni budi Ilahi
(nous), yang menciptakan eidos-eidos itu dan menyampaikan kepada kita sebagai
pikiran. Sehinnga dunia eidos merupakan contoh dan ideal bagi dunia fenomena.
2. Aristoteles (384 – 322
SM).
Aristoteles menyatakan bahwa mahluk-mahluk hidup
didunia ini terdiri atas dua prinsip :
·
Prinsip
formal, yakni bentuk atau hakekat adalah apa yang mewujudkan mahluk hidup
tertentu dan menentukan tujuannya.
·
Prinsip
material, yakni materi adalah apa yang merupaakn dasar semua mahluk.
Sesudah mengetahui sesuatu hal
menurut kedua prinsip intern itu pengetahuan tentang hal itu perlu dilengkapi
dengan memandang dua prinsip lain, yang berada diluar hal itu sendiri, akan
tetapi menentukan adanya juga. Prinsip ekstern yang pertama adalah sebab yang
membuat, yakni sesuatu yang menggerakan hal untuk mendapat bentuknya.Prinsip
ekstern yang kedua adalah sebab yang merupakan tujuan, yakni sesuatu hal yang
menarik hal kearah tertentu. Misalnya api adalah untuk membakar, jadi membakar
merupakan prinsip final dari api. Ternyata pandangan tentang prisnip ekstern
keuda ini diambil dari hidup manusia, dimana orang bertindak karena dipengaruhi
oleh tujuan tertentu, pandangan ini diterapkan pada semau mahluk alam.Seperti
semua mahluk manusia terdiri atas dua prinsip, yaitu materi dan bentuk.
Materi
adalah badan, karena badan material itu manusia harus mati, yang memberikan
bentuk kepada materi adalah jiwa. Jiwa manusia mempunyai beberapa fungsi yaitu
memberikan hidup vegetatif (seperti jiwa tumbuh-tumbuhan), lalu memberikan
hidup sensitif (seperti jiwa binatang) akhirnya membentuk hidup intelektif.Oleh
karena itu jiwa intelektif manusia mempunyai hubungan baik dengan dunia materi
maupun dengan dunia rohani, maka Aristoteles membedakan antara bagian akal budi
yang pasif dan bagian akal budi yang aktif.Bagian akal budi yang pasif
berhubungan dengan materi, dan bagian akal budi yang yang aktif berhubungan
dengan rohani.Bagian akal budi yang aktif itu adalah bersifat murni dan
Illahi.Akal budi yang aktif menjalankan dua tugas.Tugas yang pertama adalah
memandanf yang Illahi untuk mencari pengertian tentang mahluk-mahluk menurut
bentuknya masing-masing.Tugas yang kedua dari akal budi manusia yang aktif
adalah memberikan bimbingan kepada hidup praktis.Disini diperlukan sifat
keberanian, keadilan dan kesederhanaan.
3. William R. Dennes. (Filsuf Modern)
Beberapa pandangan pandangannya menyatakan bahwa:
·
Kejadian
dianggap sebagai ketegori pokok, bahwa kejadian merupakan hakekat terdalam dari
kenyataan, artinya apapun yang bersifat nyata pasti termasuk dalam kategori
alam.
·
Yang
nyata ada pasti bereksistensi, sesuatu yang dianggap terdapat diluar ruang dan
waktu tidak mungkin merupakan kenyataan dan apapun yang dianggap tidak mungkin
ditangani dengan menggunakan metode-metode yang digunakan dalam ilmu-ilmu alam
tidak mungkin merupakan kenyataan.
·
Analisa
terhadap kejadian-kejadian, bahwa faktor-faktor penyusun seganap kejadian ialah
proses, kualitas, dan relasi.
·
Masalah
hakekat terdalam merupakan masalah ilmu, bahwa segenap kejadian baik
kerohanian, kepribadian, dan sebagainya dapat dilukiskan berdasarkan
kategorikategori proses, kualitas dan relasi. Pengetahuan ialah memahami
kejadian-kejadian yang saling berhubungan, pemahaman suatu kejadian, atau
bahkan kenyataan, manakala telah mengetahui kualitasnya, seginya, susunanya,
satuan penyusunnya, sebabnya, serta akibat-akibatnya.
B.
Pragmatisme.
Konsep pragmatisme mula-mula dikemukan oleh
Charles Sandre Peirce pada tahun 1839. Dalam konsep tersebut ia menyatakan bahwa,
sesuatu dikatakan berpengaruh bila memang memuat hasil yang praktis. Pada
kesempatan yang lain ia juga menyatakan bahwa, pragmatisme sebenarnya bukan
suatu filsafat, bukan metafisika, dan bukan teori kebenaran, melainkan suatu
teknik untuk membantu manusia dalam memecahkan masalah. Dari kedua pernyataan itu
tampaknya Pierce ingin menegaskan bahwa, pragmatisme tidak hanya sekedar ilmu
yang bersifat teori dan dipelajari hanya untuk berfilsafat serta mencari
kebenaran belaka, juga bukan metafisika karena tidak pernah memikirkan hakekat
dibalik realitas, tetapi konsep pragmatisme lebih cenderung pada tataran ilmu
praktis untuk membantu menyelesaikan persoalan yang dihadapi manusia.
Jika ditelusuri dari akar kata, pragmatisme
berasal dari perkataan “pragma” yang berarti praktek atau aku berbuat.
Maksud dari perkataan itu adalah, makna segala sesuatu tergantung dari
hubungannya dengan apa yang dapat dilakukan. Diulas dalam buku Pengantar
Filsafat bahwa, tampaknya jalan pikiran Pierce tak lebih dari sebuah keinginan
untuk mewujudkan pragmatisme sebagai ilmu yang mengorientasikan diri kepada
makna praktis dari konsekuensi yang ditimbulkan oleh sebuah tindakan.Jika tidak
menimbulkan konskuensi yang praktis maka tidak ada makna yang dikandungnya.
Karena itu,munculah sebuah semboyan bahwa, “Apa yang tidak mengakibatkan
perbedaan tidak mengandung makna”.
Sebagian penganut pragmatisme yang lain mengatakan
bahwa, suatu ide atau tanggapan dianggap benar, jika ide atau tanggapan
tersebut menghasilkan sesuatu, yakni jalan yang dapat membawa manusia ke arah
penyelesaian masalah secara tepat (berhasil). Seseorang yang ingin membuat hari
depan, ia harus membuat kebenaran, karena masa depan bukanlah sesuatu yang
sepenuhnya ditentukan oleh masa lalu. Bahkan, Budi Darma mengatakan
bahwa, masa depan itu tidak ada, masa lalu juga tidak ada, yang ada adalah masa
sekarang maka berjuanglah untuk saat ini. Inti dari peryataan tersebut
adalah, kebenaran pragmatik merupakan kebenaran yang bersifat fungsional,
berguna atau praktis.Segala sesuatu dianggap benar jika ada konsekuensi yang
bersifat manfaat bagi hidup manusia. Sebuah tindakan akan memiliki makna jika
ada konsekuensi praktis atau hasil nyata yang bermanfaat bagi kehidupan
manusia. Masa lalu dan masa depan adalah sesuatu yang telah dan belum terjadi.
Sementara itu, masa sekarang adalah fakta, maka hadapilah kenyataan sekarang
dengan penuh perjuangan.
Pada abad ke-20 ada aliran filsafat
yang pengaruhnya dalam dunia cukup besar, yaitu aliran filsafat pragmatisme.Pragmatisme
merupakan gerakan filsafat Amerika yang menjadi terkenal selama satu abad
terakhir.Aliran filsafat ini merupakan suatu sikap, metode dan filsafat yang
memakai akibat-akibat praktis dari pikiran dan kepercayaan sebagai ukuran untuk
menetapkan nilai kebenaran.
Kelompok pragmatisme bersikap kritis
terhadap sistem-sistem filsafat sebelumnya seperti bentuk-bentuk aliran
materialisme, idealisme dan realisme. Mereka mengatakan bahwa pada masa lalu
filsafat telah keliru karena mencari hal-hal mutlak, yang ultimate,
esensi-esensi abadi, substansi, prinsip yang tetap dan sistem kelompok empiris,
dunia yang berubah serta problema-problemanya, dan alam sebagai sesuatu dan
manusia tidak dapat melangkah keluar daripadanya.
Salah seorang tokoh Pragmatisme adalah William
James (1842-1910), ia memandang pemikirannya sendiri sebagai kelanjutan
empirisme inggris, namun empirismenya bukan merupakan upaya untuk menyusun
kenyataan berdasar atas fakta-fakta lepas sebagai hasil pengamatan. James
membedakan dua macam bentuk pengetahuan :
·
Pengetahuan
yang langsung diperoleh dengan jalan pengamatan.
·
Pengetahuan
tidak langsung yang diperoleh dengan melalui pengertian.
Kebenaran
itu suatu proses, suatu ide dapat menjadi benar apabila didukung oleh peristiwa-peristiwa
sebagai akibat atau buah dari ide itu. Oleh karena kebenaran itu hanya suatu
yang potensial, baru setelah verifikasi praktis (berdasarkan hasil/buah
pemikiran), kebenaran potensial menjadi real.
C. Idealisme.
Idealisme
ialah filsafat yang pandangan yang menganggap atau memandang ide itu primer dan
materi adalah sekundernya, dengan kata lain menganggap materi berasal dari ide atau diciptakan oleh ide.Jadi pengertian
idealisme itu bukanlah seperti yang dianggap orang bahwa kaum
Idealis adalah orang-orang yang menjunjung tinggi kesucian, lebih mementingkan
berpikir dari pada makan, dll.Aliran
Idealisme/Spritualisme, yang mengajarkan bahwa ide atau spirit manusia yang
menentukan hidup dan pengertian manusia. Idealisme adalah aliran filsafat yang
menekankan “idea" (dunia roh) sebagai objek pengertian dan sumber
pengetahuan. Idealisme berpandangan bahwa segala sesuatu yg dilakukan oleh
manusia tidaklah selalu harus berkaitan dengan hal-hal yang bersifat lahiriah,
tetapi harus berdasarkan prinsip kehorhanian (idea). Oleh sebab itu, Idealiseme
sangat mementingkan perasaan dan fantasi manusia sebagai sumber pengetahuan.
Tokoh aliran idealisme adalah Plato (427-374 SM), murid Sokrates. Aliran
idealisme merupakan suatu aliran ilmu filsafat yang mengagungkan jiwa.
Menurutnya, cita adalah gambaran asli yang semata-mata bersifat rohani dan jiwa
terletak di antara gambaran asli (cita) dengan bayangan dunia yang ditangkap
oleh panca indera. Pertemuan antara jiwa dan cita melahirkan suatu angan-angan
yaitu dunia idea. Aliran ini memandang serta menganggap bahwa yang nyata
hanyalah idea. Idea sendiri selalu tetap atau tidak mengalami perubahan serta
penggeseran, yang mengalami gerak tidak dikategorikan idea.
Keberadaan idea tidak tampak dalam wujud lahiriah, tetapi gambaran yang
asli hanya dapat dipotret oleh jiwa murni. Alam dalam pandangan idealisme
adalah gambaran dari dunia idea, sebab posisinya tidak menetap. Sedangkan yang
dimaksud dengan idea adalah hakikat murni dan asli. Keberadaannya sangat
absolut dan kesempurnaannya sangat mutlak, tidak bisa dijangkau oleh material.
Pada kenyataannya, idea digambarkan dengan dunia yang tidak berbentuk demikian
jiwa bertempat di dalam dunia yang tidak bertubuh yang dikatakan dunia idea.
Plato yang memiliki filsafat beraliran idealisme yang realistis
mengemukakan bahwa jalan untuk membentuk masyarakat menjadi stabil adalah
menentukan kedudukan yang pasti bagi setiap orang dan setiap kelas menurut
kapasitas masin-masing dalam masyarakat sebagai keseluruhan. Mereka yang
memiliki kebajikan dan kebijaksanaan yang cukup dapat menduduki posisi yang
tinggi, selanjutnya berurutan ke bawah. Misalnya, dari atas ke bawah, dimulai
dari raja, filosof, perwira, prajurit sampai kepada pekerja dan budak. Yang
menduduki urutan paling atas adalah mereka yang telah bertahun-tahun mengalami
pendidikan dan latihan serta telah memperlihatkan sifat superioritasnya dalam
melawan berbagai godaan, serta dapat menunjukkan cara hidup menurut kebenaran
tertinggi.
Mengenai kebenaran tertinggi, dengan doktrin yang terkenal dengan istilah
ide, Plato mengemukakan bahwa dunia ini tetap dan jenisnya satu, sedangkan ide
tertinggi adalah kebaikan. Tugas ide adalah memimpin budi manusia dalam menjadi
contoh bagi pengalaman. Siapa saja yang telah menguasai ide, ia akan mengetahui
jalan yang pasti, sehingga dapat menggunakan sebagai alat untuk mengukur,
mengklasifikasikan dan menilai segala sesuatu yang dialami sehari-hari.
Kadangkala dunia idea adalah pekerjaan norahi yang berupa angan-angan untuk
mewujudkan cita-cita yang arealnya merupakan lapangan metafisis di luar alam
yang nyata. Menurut Berguseon, rohani merupakan sasaran untuk mewujudkan suatu
visi yang lebih jauh jangkauannya, yaitu intuisi dengan melihat kenyataan bukan
sebagai materi yang beku maupun dunia luar yang tak dapat dikenal, melainkan
dunia daya hidup yang kreatif (Peursen, 1978:36). Aliran idealisme kenyataannya
sangat identik dengan alam dan lingkungan sehingga melahirkan dua macam
realita. Pertama, yang tampak yaitu apa yang dialami oleh kita selaku makhluk
hidup dalam lingkungan ini seperti ada yang datang dan pergi, ada yang hidup
dan ada yang demikian seterusnya. Kedua, adalah realitas sejati, yang merupakan
sifat yang kekal dan sempurna (idea), gagasan dan pikiran yang utuh di dalamnya
terdapat nilai-nilai yang murni dan asli, kemudian kemutlakan dan kesejatian
kedudukannya lebih tinggi dari yang tampak, karena idea merupakan wujud yang
hakiki.
Prinsipnya, aliran idealisme mendasari semua yang ada. Yang nyata di alam
ini hanya idea, dunia idea merupakan lapangan rohani dan bentuknya tidak sama
dengan alam nyata seperti yang tampak dan tergambar. Sedangkan ruangannya tidak
mempunyai batas dan tumpuan yang paling akhir dari idea adalah arche yang merupakan tempat kembali kesempurnaan yang
disebut dunia idea dengan Tuhan, arche, sifatnya kekal dan sedikit pun tidak mengalami
perubahan.
Inti yang terpenting dari ajaran ini adalah manusia menganggap roh atau
sukma lebih berharga dan lebih tinggi dibandingkan dengan materi bagi kehidupan
manusia. Roh itu pada dasarnya dianggap suatu hakikat yang sebenarnya, sehingga
benda atau materi disebut sebagai penjelmaan dari roh atau sukma. Aliran
idealisme berusaha menerangkan secara alami pikiran yang keadaannya secara
metafisis yang baru berupa gerakan-gerakan rohaniah dan dimensi gerakan
tersebut untuk menemukan hakikat yang mutlak dan murni pada kehidupan manusia.
Demikian juga hasil adaptasi individu dengan individu lainnya. Oleh karena itu,
adanya hubungan rohani yang akhirnya membentuk kebudayaan dan peradaban baru
(Bakry, 1992:56). Maka apabila kita menganalisa pelbagai macam pendapat tentang
isi aliran idealisme, yang pada dasarnya membicarakan tentang alam pikiran
rohani yang berupa angan-angan untuk mewujudkan cita-cita, di mana manusia
berpikir bahwa sumber pengetahuan terletak pada kenyataan rohani sehingga
kepuasaan hanya bisa dicapai dan dirasakan dengan memiliki nilai-nilai
kerohanian yang dalam idealisme disebut dengan idea.
Memang para filosof ideal memulai sistematika berpikir mereka dengan
pandangan yang fundamental bahwa realitas yang tertinggi adalah alam pikiran. Sehingga, rohani
dan sukma merupakan tumpuan bagi pelaksanaan dari paham ini. Karena itu alam
nyata tidak mutlak bagi aliran idealisme. Namun pada porsinya, para filosof
idealisme mengetengahkan berbagai macam pandangan tentang hakikat alam yang
sebenarnya adalah idea. Idea ini digali dari bentuk-bentuk di luar benda yang
nyata sehingga yang kelihatan apa di balik nyata dan usaha-usaha yang dilakukan
pada dasarnya adalah untuk mengenal alam raya. Walaupun katakanlah idealisme
dipandang lebih luas dari aliran yang lain karena pada prinsipnya aliran ini
dapat menjangkau hal-ihwal yang sangat pelik yang kadang-kadang tidak mungkin
dapat atau diubah oleh materi, Sebagaimana Phidom mengetengahkan, dua prinsip
pengenalan dengan memungkinkan alat-alat inderawi yang difungsikan di sini
adalah jiwa atau sukma. Dengan demikian, dunia pun terbagi dua yaitu dunia
nyata dengan dunia tidak nyata, dunia kelihatan (boraton genos) dan dunia yang tidak kelihatan (cosmos
neotos). Bagian ini
menjadi sasaran studi bagi aliran filsafat idealisme (Van der Viej, 2988:19).
Plato dalam mencari jalan melalui teori aplikasi di mana pengenalan
terhadap idea bisa diterapkan pada alam nyata seperti yang ada di hadapan
manusia. Sedangkan pengenalan alam nyata belum tentu bisa mengetahui apa di
balik alam nyata. Memang kenyataannya sukar membatasi unsur-unsur yang ada
dalam ajaran idealisme khususnya dengan Plato. Ini disebabkan aliran Platonisme
ini bersifat lebih banyak membahas tentang hakikat sesuatu daripada
menampilkannya dan mencari dalil dan keterangan hakikat itu sendiri. Oleh
karena itu dapat kita katakan bahwa pikiran Plato itu bersifat dinamis dan
tetap berlanjut tanpa akhir. Tetapi betapa pun adanya buah pikiran Plato itu
maka ahli sejarah filsafat tetap memberikan tempat terhormat bagi sebagian
pendapat dan buah pikirannya yang pokok dan utama.
Antara lain Betran
Russel berkata: Adapun buah pikiran penting yang dibicarakan oleh filsafat
Plato adalah: kota utama yang merupakan idea yang belum pernah dikenal dan
dikemukakan orang sebelumnya. Yang kedua, pendapatnya tentang idea yang
merupakan buah pikiran utama yang mencoba memecahkan persoalan-persoalan
menyeluruh persoalan itu yang sampai sekarang belum terpecahkan. Yang ketiga,
pembahasan dan dalil yang dikemukakannya tentang keabadian. Yang keempat, buah
pikiran tentang alam/cosmos, yang kelima, pandangannya tentang ilmu pengetahuan (Ali, 1990:28).
Aliran-aliran dalam
filsafat Idealisme
1. Idealisme
Obyektif
Idealisme
obyektif adalah suatu aliran filsafat yang pandangannya idealis, dan
idealismenya itu bertitik tolak dari ide universil (Absolute Idea- Hegel /
LOGOS-nya Plato) ide diluar ide manusia.Menurut idealisme obyektif segala
sesuatu baik dalam alam atau masyarakat adalah hasil dari ciptaan ide
universil.
Pandangan
filsafat seperti ini pada dasarnya mengakui sesuatu yang bukan materiil, yang
ada secara abadi diluar manusia, sesuatu yang bukan materiil itu ada sebelum dunia
alam semesta ini ada, termasuk manusia dan segala pikiran dan perasaannya.Dalam
bentuknya yang amat primitif pandangan ini menyatakan bentuknya dalam
penyembahan terhadap pohon, batu dsb-nya.
Akan
tetapi sebagai suatu system filsafat, pandangan dunia ini pertama-tama kali
disistimatiskan oleh Plato (427-347 S.M), menurut Plato dunia luar yang dapat di
tangkap oleh panca indera kita bukanlah dunia yang riil, melainkan bayangan
dari dunia “idea” yang abadi dan riil.Pandangan dunia Plato ini mewakili kepentingan
klas yang berkuasa pada waktu itu di Eropa yaitu klas pemilik budak.Dan ini
jelas nampak dalam ajarannya tentang masyarakat “ideal”.
Pada
jaman feodal, filsafat idealisme obyektif ini mengambil bentuk yang dikenal
dengan nama Skolastisisme, system filsafat ini memadukan unsur idealisme Aristoteles
(384-322 S.M), yaitu bahwa dunia kita merupakan suatu
tingkatan hirarki dari seluruh system hirarki dunia semesta, begitupun yang
hirarki yang berada dalam masyarakat feodal merupakan kelanjutan dari dunia ke-Tuhanan.
Segala sesuatu yang ada dan terjadi di dunia ini maupun dalam alam semesta
merupakan “penjelmaan” dari titah Tuhan atau perwujudan dari ide Tuhan.
Filsafat ini membela para bangsawan atau kaum feodal yang pada waktu itu
merupakan tuan tanah besar di Eropa dan kekuasaan gereja sebagai “wakil” Tuhan
didunia ini. Tokoh-tokoh yang terkenal dari aliran filsafat ini adalah: Johannes
Eriugena (833 M), Thomas Aquinas (1225-1274 M), Duns Scotus (1270-1308 M), dsb.
Kemudian
pada jaman modern sekitar abad ke-18 muncullah sebuah system filsafat idealisme
obyektif yang baru, yaitu system yang dikemukakan olehGeorge.W.F Hegel
(1770-1831 M). Menurut Hegel hakekat dari dunia ini
adalah “ide absolut”, yang berada secara absolut dan “obyektif” didalam segala
sesuatu, dan tak terbatas pada ruang dan waktu. “Ide absolut” ini, dalam
prosesnya menampakkan dirinya dalam wujud gejala alam, gejala masyarakat, dan
gejala fikiran.Filsafat Hegel ini mewakili klas borjuis Jerman yang pada waktu
itu baru tumbuh dan masih lemah, kepentingan klasnya menghendaki suatu
perubahan social, menghendaki dihapusnya hak-hak istimewa kaum bangsawan
Junker.Hal ini tercermin dalam pandangan dialektisnya yang beranggapan bahwa
sesuatu itu senantiasa berkembang dan berubah tidak ada yang abadi atau mutlak,
termasuk juga kekuasaan kaum feodal.Akan tetapi karena kedudukan dan
kekuatannya masih lemah itu membuat mereka tidak berani terang-terangan
melawan filsafat Skolatisisme dan ajaran agama yang berkuasa ketika itu.
Pikiran
filsafat idealisme obyektif ini dapat kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari
dengan berbagai macam bentuk. Perwujudan paling umum antara lain adalah
formalisme dan doktriner-isme. Kaum doktriner dan formalis secara membuta
mempercayai dalil-dalil atau teori sebagai kekuatan yang maha kuasa , sebagai
obat manjur buat segala macam penyakit, sehingga dalam melakukan tugas-tugas
atau menyelesaikan persoalan-persoalan praktis mereka tidak bisa berfikir atau
bertindak secara hidup berdasarkan situasi dan syarat yang kongkrit, mereka
adalah kaum “textbook-thingking”.
2. Idealisme
Subyektif
Idealisme
subyektif adalah filsafat yang berpandangan idealis dan bertitik tolak pada ide
manusia atau ide sendiri.Alam dan masyarakat ini tercipta dari ide manusia.
Segala sesuatu yang timbul dan terjadi di alam atau di masyarakat adalah hasil
atau karena ciptaan ide manusia atau idenya sendiri, atau dengan kata lain alam
dan masyarakat hanyalah sebuah ide/fikiran dari dirinya sendiri atau ide
manusia.
Salah
satu tokoh terkenal dari aliran ini adalah seorang uskup inggris yang bernama George
Berkeley (1684-1753 M), menurut Berkeley segala,
sesuatu yang tertangkap oleh sensasi/perasaan kita itu bukanlah bukanlah
materiil yang riil dan ada secara obyektif. Sesuatu yang materiil misalkan
jeruk, dianggapnya hanya sebagai sensasi-sensasi atau kumpulan perasaan/konsepsi
tertentu (“bundles of conception” David Hume (1711-1776 M), -ed), yaitu perasaan / konsepsi dari
rasa jeruk, berat, bau, bentuk dsb. Dengan demikianBerkeley dan
Hume menyangkal adanya materi yang ada secara obyektif, dan hanya mengakui
adanya materi atau dunia yang riil didalam fikirannya atau idenya sendiri saja.
Kesimpulan
yang dapat ditarik dari filsafat ini adalah, kecenderungan untuk bersifat
egoistis “Aku-isme” yang hanya mengakui yang riil adalah dirinya sendiri yang
ada hanya “Aku”, segala sesuatu yang ada diluar selain “Aku” itu hanya sensasi
atau konsepsi-konsepsi dari “Aku”. Untuk berkelit dari tuduhan egoistis dan
mengedepankan “Aku-isme/solipisme” Berkeley menyatakan hanya Tuhan yang berada
tanpa tergantung pada sensasi.
Filsafat Berkeley dan
Hume ini adalah filsafat Borjuasi besar Inggris pada abad ke-18, yang merupakan
kekuatan reaksioner menentang materialisme klasik Perancis, sebagai manifestasi
dari kekuatiran atas revolusi di Inggris pada waktu itu.
Pada
abad ke-19, Idealisme subyektif mengambil bentuknya yang baru yang
terkenal dengan nama “Positivisme”, yang di kemukakan pertama kali olehAguste
Comte (1798-1857 M), menurutnya hanya “pengalaman”-lah yang merupakan kenyataan
yang sesungguhnya , selain dari pada itu tidak ada lagi kenyataan, dunia adalah
hasil ciptaan dari pengalaman, dan ilmu hanya bertugas untuk menguraikan
pengalaman itu. Dan masih banyak lagi pemikir-pemikir yang lainnya dalam
filsafat ini, misalnya saja William Jones (1842-1910 M) dan John
Dewey (1859-1952), keduanya berasal
dari Amerika Serikat dan pencetus ide “pragmatisme”, menurut mereka Pragmatisme
adalah suatu filsafat yang menggunakan akibat-akibat praktis dari ide-ide atau
keyakinan-keyakinan sebagai suatu ukuran untuk menetapkan nilai dan
kebenarannya. Filsafat seperti ini sangat menekankan pada pandangan
individualistic, yang mengedepankan sesuatu yang mempunyai keuntungan atau
“cash-value”(nilai kontan)-lah yang dapat diterima oleh akal si “Aku” tsb.
Pragmatisme berkembang di Amerika dan adalah filsafat yang mewakili kaum
borjuasi besar di negeri yang katanya “the biggest of all”. Sebab dari
pandangan filsafat seperti ini Imperialisme, tindakan eksploitasi dan
penindasan dapat dibenarkan selama dapat mendapatkan keuntungan untuk si “Aku”.
D. Realisme.
Aliran
Realisme, yang menggambarkan bahwa ajaran materialis dan idealisme yang
bertentangn itu, tidak sesuai debngan kanyataan. Sesungguhnya, realitas
kesemestaan, terutama kehidupan bukanlah benda ( materi ) semata – mata.
Realitas adalah perpaduan benda (
materi dan jasmaniah ) dengan yang nonmateri ( spiritual, jiwa, dan rohani).
Aliran Filsafat Realismeada tiga ajaran pokok dari Plato yaitu tentang
idea, jiwa dan proses mengenal. Menurut Plato realitas terbagi menjadi dua
yaitu contoh (paradigma) bagi benda konkret. Pembagian dunia ini pada
inderawi yang selalu berubah dan dunia idea yang tidak pernah berubah. Idea
merupakan sesuatu yang obyektif, tidak diciptakan oleh pikiran dan justru
sebaliknya memberikam dua pengenalan. Pertama pengenalan tentang idea;
inilah pengenalan yang sebenarnya. Pengenalan yang dapat dicapai oleh
rasio ini disebut episteme (pengetahuan) dan bersifat, teguh, jelas, dan tidak
berubah. Dengan demikian Plato menolak relatifisme kaum sofis. Kedua,
pengenalan tentang benda-benda disebut doxa (pendapat), dan bersifat tidak
tetap dan tidak pasti; pengenalan ini dapat dicapai dengan panca indera. Dengan
dua dunianya ini juga Plato bisa mendamaikan persoalan besar filsafat
pra-socratik yaitu pandangan panta rhei-nya Herakleitos dan pandangan yang
ada-ada-nya Parmenides. Keduanya benar, dunia inderawi memang selalu
berubah sedangkan dunia idea tidak pernah berubah dan abadi. Memang jiwa
Plato berpendapat bahwa jika itu baka, lantaran terdapat kesamaan antara jiwa
dan idea. Lebih lanjut dikatakan bahwa jiwa sudah ada sebelum hidup di bumi.
Sebelum bersatu dengan badan, jiwa sudah mengalami pra eksistensi dimana ia
memandang idea-idea. Berdasarkan pandangannya ini, Plato lebih lanjut berteori
bahwa pengenalan pada dasarnya tidak lain adalah pengingatan (anamnenis)
terhadap idea-idea yang telah dilihat pada waktu pra-eksistansi. Ajaran Plato
tentang jiwa manusia ini bisa disebut penjara. Plato juga mengatakan, sebagaimana
manusia, jagat raya juga memiliki jiwa dan jiwa dunia diciptakan sebelum
jiwa-jiwa manusia. Plato juga membuaturaian tentang negara. Tetapi jasanya
terbesar adalah usahanya membuka sekolah yang bertujuan ilmiah. Sekolahnya
diberi nama “Akademia” yang paling didedikasikan kepada pahlawan yang bernama
Cabang- cabang
Filsafat
A. Etika.
Filsafat juga memiliki cabang
yang kiranya cukup penting bagi perkembangan ilmu psikologi, yakni
etika. Yang dimaksud etika disini adalah ilmu tentang moral. Sementara,
moral sendiri berarti segala sesuatu yang terkait dengan baik dan buruk. Di
dalam praktek ilmiah, para ilmuwan membutuhkan etika sebagai panduan, sehingga
penelitiannya tidak melanggar nilai-nilai moral dasar, seperti kebebasan dan
hak-hak asasi manusia. Sebagai praktisi, seorang psikolog membutuhkan panduan
etis di dalam kerja-kerja mereka. Panduan etis ini biasanya diterjemahkan dalam
bentuk kode etik profesi psikologi. Etika, atau yang banyak dikenal sebagai
filsafat moral, hendak memberikan konsep berpikir yang jelas dan sistematis
bagi kode etik tersebut, sehingga bisa diterima secara masuk akal. Perkembangan
ilmu, termasuk psikologi, haruslah bergerak sejalan dengan perkembangan
kesadaran etis para ilmuwan dan praktisi. Jika tidak, ilmu akan menjadi
penjajah manusia. Sesuatu yang tentunya tidak kita inginkan.
Etika berasal dari bahasa Yunani ethos, yang berarti tempat tinggal yang biasa,
padang rumput, kandang; kebiasaan, adat; watak; perasaan, sikap, cara berpikir.
dalam bentuk jamak ta etha artinya
adat kebiasaan. Dalam
arti terakhir inilah terbentuknya istilah etika yang oleh Aristoteles dipakai
untuk menunjukkan filsafat moral. Etika berarti: ilmu tentang apa yang biasa
dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan. Ada juga kata moral dari bahasa
Latin yang artinya sama dengan etika.
Secara istilah etika memunyai tiga
arti: pertama, nilai-nilai dan norma-norma moral yang
menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah
lakunya. Arti ini bisa disebut sistem nilai. Misalnya etika Protestan, etika
Islam, etika suku Indoan. Kedua,
etika berarti kumpulan asas atau nilai moral (kode etik). Misalnya kode etik
kedokteran, kode etik peneliti, dll.Ketiga,
etika berati ilmu tentang yang baik atau buruk. Etika menjadi ilmu bila
kemungkinan-kemungkinan etis menjadi bahan refleksi bagi suau penelitian
sistematis dan metodis. Di sini sama artinya dengan filsafat moral.
Amoral berarti tidak berkaitan dengan moral, netral etis. Immoral berarti tidak bermoral, tidak etis. Etika
berbeda dengan etiket. Yang terakhir ini berasal dari kata
Inggris etiquette, yang berarti sopan santun. Perbedaan
keduanya cukup tajam, antara lain: etiket menyangkut cara suatu perbuatan harus
dilakukan, etika menunjukkan norma tentang perbuatan itu. Etiket hanya berlaku
dalam pergaulan, etika berlaku baik baik saat sendiri maupun dalam kaitannya
dengan lingkup sosial. etiket bersifat relatif, tergantung pada kebudayaan,
etika lebih absolut. Etiket hanya berkaitan dengan segi lahiriyah, etika
menyangkut segi batiniah.
Moralitas merupakan suatu fenomena manusiawi
yang universal, menjadi ciri yang membedakan manusia dari binatang. Pada
binatang tidak ada kesadaran tentang baik dan buruk, yang boleh dan yang
dilarang, tentang yang harus dan tidak pantas dilakukan. Keharusan memunyai dua
macam arti: keharusan alamiah (terjadi dengan sendirinya sesuai hukum alam) dan
keharusan moral (hukum yang mewajibkan manusia melakukan atau tidak melakukan
sesuatu).
Macam-macam etika
a. Etika deskriptif
Hanya melukiskan tingkah laku moral dalam
arti luas, misalnya adat kebiasaan suatu kelompok, tanpa memberikan penilaian.
Etika deskriptif memelajari moralitas yang terdapat pada kebudayaan tertentu,
dalam periode tertentu. Etika ini dijalankan oleh ilmu-ilmu sosial: antropologi,
sosiologi, psikologi, dll, jadi termasuk ilmu empiris, bukan filsafat.
b. Etika normatif
Etika yang tidak hanya melukiskan, melainkan
melakukan penilaian (preskriptif: memerintahkan). Untuk itu ia mengadakan
argumentasi, alasan-alasan mengapa sesuatu dianggap baik atau buruk. Etika
normatif dibagi menjadi dua, etika umum yang memermasalahkan tema-tema umum,
dan etika khusus yang menerapkan prinsip-prinsip etis ke dalam wilayah manusia
yang khusus, misalnya masalah kedokteran, penelitian. Etika khusus disebut juga
etika terapan.
c. Metaetika
Meta berati melampaui atau melebihi. Yang dibahas
bukanlah moralitas secara langsung, melainkan ucapan-ucapan kita di bidang
moralitas. Metaetika bergerak pada tataran bahasa, atau memelajari logika
khusus dari ucapan-ucapan etis. Metaetika dapat ditempatkan dalam wilayah
filsafat analitis, dengan pelopornya antara lain filsuf Inggris George Moore
(1873-1958). Filsafat analitis menganggap analisis bahasa sebagai bagian
terpenting, bahkan satu-satunya, tugas filsafat.
B. Moral - Etika.
Imanuel
Kant, terkenal dengan filsafat kritisnya yang lebih banyak berbicara tentang
filsafat moral dan etika. Dia merupakan tokoh penting karena dia bisa disebut
sebagai pemersatu antara filsafat Rasionalisme dan Emipirisme. Tapi ternyata
usahanya untuk menyatukan keduanya terpecah kembali sehingga sekarang kita
kenal filsafat positivisme --logis-- dan idealisme. Tulisan ini hanya sedikit
rangkuman tentang filsafat etika dan moral Imanuel Kant, karena saya sendiri
masih 'mau' belajar tentang filsafatnya, dan selalu tidak ada waktu saja untuk
itu :-( Tapi lain kali akan saya update tulisan ini. Du kannst, denn du sollst!
Kita wajib, karena kita bisa (melakukannya)! Filsafat kritis adalah filsafat
yang memulai perjalanannya dengan terlebih dahulu menyelidiki kemampuan rasio
dan batas-batasnya. Filsafat sebelum kritisme harus dianggap sebagai
dogmatisme, sebab filsafat itu percaya ,mentah mentah pada kemampuan rasaio
tanpa penyelidikan terlebih dahulu.
Pemutarbalikan
Kopernikan (Kopernikanische Wende): "Sebelum Kant: kebenaran dimengerti
sebagai "pencocokan intelek terhadap realitas" (adaequatio
intellectus ad rem), sejak Kant kebenaran itu lebih merupakan "pencocokan
realitas terhadap intelek" (adaequatio rei ad intellectum) "Objeklah
yang mengarahkan diri kepada subjek untuk diproses menjadi pengetahuan, bukan
subjek (manusia, "aku") mengarahkan diri pada objek (benda,
"dunia") Inggris: Englightenment Perancis: Illuminism (?) Jerman:
Aufkl Arung Semboyan: Sapere Aude! (Beranilah berfikir sendiri) Horace, filsuf
Romawi Gerakan Pietisme di Jerman Doa tidak perlu karena toh Tuhan sudah tau
kebutuhan dan isi hati kita. Gereja sejati tidak berada dalam organisasi mamna
pun atau dalam ajaran-ajaran teologi, melainkan dio dalam hati orang yang percaya
dan shaleh. Tingkah laku shaleh (baik) daripada ajaran teologis. Adanya Allah,
berkehendak bebas, dan kebaaan jiwa tidak bisa dibuktikan secara teoritis,
melainkan perlu diterima sebagai postulat budi praktis (praktishen
vernunft)-yakni sebagai Idea-yang menyangkut kewajiban kita menaati hukum moral
(Sittengesetz) Rasionalisme: Leibniz & Wolff Adalah aliran filsafat yang
mengajarkan bahwa sumber pengetahuan sejati adalah akal budi (rasio).
Pengalaman
hanya dapat dipakai untuk meneguhkan pengetahuan yang telah didapatkan akal
budi; akal budi sendiri tidak memerlukan pengalaman. Akal budi dapat menurunkan
kebenaran2 dari dirinya sendiri, yakni berdasarkan azas-azas yang pertama dan
pasti. Metode kerjanya bersifat deduktif. Monade: bersifat metafisik, 3 macam
monade Empirisme: Hume (empeiria=pengalaman nyata, bhs.Yunani) Pengalamanlah
yang menjadi sumber utama pengetahuan, baik pengalaman lahirian maupun
pengalaman batiniah. Akal budi bukan sumber pengetahuan, tetapi ia bertugas
untuk mengolah bahan-bahan yang diperoleh dari pengalaman menjadi pengetahuan.
Metodenya bersifat induktif. Kesan-kesan (impression) Pengertian-pengertian atu
idea-idea (ideas) ' diperoleh secara tidak langsung daripengalaman
"kepercayaan" (belief) ' skepsisisme Hume: tidak pernah dicapai suatu
kepastian, yang ada kemungkinan Pandangan Hume thd manusia: "Aku"
bukanlah substansi, melainkan "serangkaian atau kumpulan kesan-kesan yang
silih berganti dengan kecepatan yang tak terbayangkan". Tidak ada
"Aku" yang berdiri sendiri; yang bisa dijumpai adalah "Aku yang
marah", "Aku yang sakit", "Aku yang kedinginan"
Kausalitas (prinsip sebab-akibat): pengulangan berkali-kali pengalaman serupa,
hanya memperlihatkan urutan-urutan gejala Critique of Pure Reason 3 macam
putusan:
1. Putusan analitis: di sini predikat tidak menambah
sesuatu yang baru pada subjek, karena sudah termuat didalamnya (misalnya:
lingkaran adalah bulat).
2. Putusan sistesis aposteriori: di sini predkat
dihubungkan dengan subjek berdasarkan pengalaman indrawi, misalnya pernyataan
"Meja itu bagus".
3. Putusan sistesis a priori: di sini dipakai suatu
sumber [engetahuan yang kendati bersifat sistensis, namun toh bersifat a priori
juga. Misalnya, putusan berbunyi "segala kejadian mempunyai sebabnya"
Hirarki proses pengetahuan manusia:
1. Tingkat penyerapan
inderawi (Sinneswahrnehmung), tingkat yang paling rendah Ruang dan waktu adalah
a priori sensibilitas, sudah berakar dalam struktur subjek
2. Tingkat akal budi
(Verstand) yang berhubungan dengan realitas empiris 12 kategori2 yang merupakan
ide-ide baawaan/ bersifat asasi, yang menunjukan Kuantitas (kesatuan,
kejamakan, ;keutuhan) Kualitas (realitas, negasi, pembatasan) Relasi (substansi
dan aksidens, sebabakibat atau kausalitas, interaksi) Modalitas
(mungkin/mustahil, ada.tiada, keperluan/kebetulan)
3. Tingkat budi atau intelek
(Verfnunft) Idea (Idee) paham metafisik yang absolut yang sama sekali lebas
dari unsur2 empiris 3 Idea transendenta, tidak bisa diketahui oleh pengalaman
karena berada dalam dunia noumenal (noumenon, bukan pahinomenon, bhs. Yunani),
merupakan postulat-postulat atau aksioma-aksioma epistemologis yang berada
diluar jangkauan pembuktian teoritis-empiris:
1. Idea psikologis (jiwa)
2. Idea kosmologis (dunia)
3. Idea teologis (Allah)
No comments:
Post a Comment
Tolong commentnya berhubungan dengan artikel yang ditulis